A Latar Belakang. Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Islam, sekaligus merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Alhah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai wahyu Nabi akhir zaman, Al-Qur'an dengan segala isinya - juz, surat, ayat - memiliki banyak hal yang menjadi sumber keilmuan, laksana sinar penerang bagi umat muslim khususnya

Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi - Kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. adalah al-Qur’an. Setiap muslim wajib mengimani al-Qur’an dan juga kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, yaitu Zabur, Taurat dan Injil. Al-Qur’an berfungsi untuk membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya. Kita sebagai seorang muslim seharusnya mengenal al-Qur’an sebagai pedoman hidup way of life. Untuk mengenal al-Qur’an, hendaknya dimulai dengan memahami apa pengertian al-Qur’an serta segala hal yang berkaitan dengannya. Dan yang paling penting lagi adalah memahami isinya, untuk selanjutnya dapat melaksanakan ajaran-ajaranya. Bagi Nabi Muhammad saw., al-Qur’an berfungsi sebagai mu’jizat yang terbesar yang berlaku kekal abadi. Sebagai kitab mu’jizat, al-Qur’an tidak mungkin dapat ditiru dari aspek manapun dan oleh siapapun, karena alQur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah Swt. Para ulama dalam bidang ilmu al-Qur’an telah mendefinisikan al-Qur’an menurut pemahaman mereka masing-masing, baik secara etimologi maupun terminologi. Secara etimologi para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan alQur’an. Berikut adalah beberapa pendapat tersebut Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi Menurut al-Lihyany w. 215 H dan segolongan ulama lain Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja fi'il. Qoroa artinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/ tasrif Qoroa-Yaqrou - Qur'ana. Dan tasrif tersebut, kata Qur'ana artinya bacaan yang bermakna isim maf'ul artinya dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini berdasarkan ¿rman Allah Swt. sebagaimana yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18. Menurut Al-Asy’ari w. 324 H dan beberapa golongan lain Kata Qur’an berasal dari lafaz Qorona yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain. Menurut Al-Farra’ w. 207 H Kata al-Qur’an berasal dari lafad Qoroinu merupakan bentuk jama’ dari kata Qorinati yang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Menurut Az-Zujaj w. 331 H Kata Qur’an itu kata sifat dari al-qor'u yang sewazan seimbang dengan kata pu'lan yang artinya al-jam'u kumpulan. Selanjutnya kata tersebut digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisahkisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Menurut Asy-SyaĮ’i w. 204 H Kata al-Qur’an adalah isim ’alaam, bukan kata bentukan isytiqa'q dari kata apapun dan sejak awal memang digunakan sebagai nama khusus bagi kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana halnya dengan nama-nama kitab suci sebelumnya yang memang merupakan nama khusus yang diberikan oleh Allah Swt. yaitu Zabur Nabi Dawud as., Taurat Nabi Musa as. dan Injil Nabi Isa as.. Menurut Abu Syuhbah dalam kitabnya yang berjudul al-Madkhal li Dirasah Al-Qur’an al-Karim, dari kelima pendapat tersebut di atas, pendapat pertamalah yang paling tepat yakni menurut al-Lihyani yang menyatakan bahwa kata alQur’an merupakan kata bentukan isytiqaq dari kata Qoroa dan pendapat inilah yang paling masyhur. Ditinjau dari pengertian secara terminologi, para ulama’ juga berbeda-beda pendapat dalam mende¿nisikan al-Qur’an. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri yang memang sangat luas dan komprehensif. Semakin banyak unsur dan sifat dalam mende¿nisikan al-Qur’an, maka semakin panjang redaksinya. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat prinsipil, justru perbedaan pendapat tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain, sehingga jika pendapatpendapat itu digabungkan, maka pemahaman terhadap pengertian al-Qur’an akan lebih luas dan komprehensif Pengertian Al-Qur'an Secara Terminologi Syeikh Muhammad Khudari Beik Dalam kitab Tarikh at-Tasyri al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an ialah lafaz ϔirman Allah Swt. yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.” Subkhi Shalih Subkhi Shalih mengemukakan defnisi al-Qur’an sebagai berikut Artinya “Al-Qur’an adalah kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.” Syeikh Muhammad Abduh Sedangkan Syeikh Muhammad Abduh mendefnisikan al-Qur’an dengan pengertian sebagai berikut Artinya “Kitab al-Qur’an adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaganya dengan menghafalnya yakni orang-orang Islam.” Unsur Pengertian Al-Qur'an Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut Al-Qur’an adalah ¿rman atau Kalam Allah Swt. Al-Qur’an terdiri dari lafal berbahasa Arab Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawatir berkesinambungan. Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an ditulis dalam mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an. Pengertian Al-Qur'an Secara Etimologi dan Terminologi Oleh
dengandemikian, maka secara harfiah kata 'ulumul qur'an' dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu al-qur'an. secara etimologis, ulumul qur'an adalah ilmu-ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-qur'an dari sisi informasi tentang asbabun nuzul (sebab-sebab tuunnya al-qur'an), kodifikasi dan tertib penulisan al-qur'an, ayat-ayat
1. Pengertian Secara etimologi, berwazan taf’il, berasal dari kata fasr yang berarti al-idhah, al-syarh, dan al-bayan penjelasanatau keterangan,. Juga berarti al-ibanah menerangkan, al-kasyf menyingkap dan izhhar al-ma’na al-ma’qul menampakkan makna yang rasional.Keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah Secara terminologi, adalah upaya untuk menjelaskan tentang arti atau maksud darifirman-firman Allah SWT sesuai dengan kemampuan manusia mufassir.2. Dua aliran penafsiran Tafsir bi al-matsur dengan riwayat. Ayat dijelaskan dengan ayat, ayat dijelaskan dengan hadis, ayat dijelaskan dengan pendapat sahabat dan tabi’ Tafsir bi al-ra’yi akal pikiran. Ayat dijelaskan dengan logika, ilmu, dan Pendekatan dan karakter yang selama ini dipakai atau digunakan oleh para ahli Al-Quran itu multimedimensi. Dapat dipahami dari berbagai Pendekatan tafsir adalah alat analisis yang mempengaruhi perspektif dalam melakukan Setiap pendekatan akan memperlihatkan karakteristik karakteristik tafsir a. Tafsir Fiqhib. Tafsir Shufic. Tafsir Falsafid. Tafsir Ilmie. Tafsir Adabi Ijtima’i4. 3 metode tafsir Metode Tahlili analisis, metode menafsirkan Al-Quran yang berusaha menjelaskan al-quran dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apayang dimaksudkan oleh al-quran sesuai dengan urutan metode tahlili Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat.Mudah mengetahui munasabah anatara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya.Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat.Kaya ide dan informasi.Menjadi media dokumentasi sejarah, syar’i, dan metode tahlili Menghasilkan penfsiran yang parsial.Subjektivitas mufassir tidak mudah dihindari.
\n \n \npengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi
jadi secara umum ilmu tafsir adalah ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti dan maksud dari ayat-ayat al qur'an. pada waktu nabi muhammad masih hidup, beliau sendiri yang menjelaskan apa maksud dari ayat al qur'an, maka hadis nabi disebut sebagai penjelasan dari al qur'an. setelah nabi wafat, para sahabat berusaha menerangkan maksud al qur'an
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah Islam dan Iman kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutinya. Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari bersama ilmu ushul fiqh yang merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting dalam kajian agama Islam. A. Apa itu Ushul Fiqh? 1. Pengertian Ushul Fiqh Secara Etimologi Ushul Fiqh أُصُوْلُ الْفِقْهِ secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh. Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut a. Pengertian Ushul Ushul أُصُوْلٌ secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun أَصْلٌ yang berarti asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang bersifat fisik maupun nonfisik. Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana firman Allah ta’ala أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit QS. Ibrahim 24 b. Pengertian Fiqh Adapun fiqh فِقْهٌ secara bahasa bermakna fah-mun فَهْمٌ yang artinya pemahaman mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran. Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي *يَفْقَهُوا قَوْلِي dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku, QS. Thaha 27 – 28 Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah مَعْرِفَةُ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ بِأَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang terperinci.[1] 2. Pengertian Ushul Fiqh Secara Terminologi Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah عِلْمٌ يَبْحَثُ عَنْ أَدِلَّةِ الْفِقْهِ الْإِجْمَالِيَّةِ وَكَيْفِيَّةِ الْاِسْتِفَادَةِ مِنْهَا وَحَالِ الْمُسْتَفِيْدِ Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.[2] Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa kaidah-kaidah umum; seperti Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum tersebut. Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana. Dan sebagainya. Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum dari dalil-dalil yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum, khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya. Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada. Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil faedah hukum dari dalil yang ada. Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-tingkatannya, hukumnya, dan semacamnya. Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang sudah memiliki kapasitas untuk itu. B. Perbedaan Antara Fiqh dan Ushul Fiqh 1. Objeknya Objek kajian atau pembahasan dalam ilmu ushul fiqh secara umum mencakup 3 hal Sumber dan dalil hukum syar’i secara global Hukum syar’i yang terkandung dalam dalil secara global Kaidah ushuliyyah dan metode istinbath hukum syar’i Perbedaannya dengan fiqh adalah Pertama Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara global, seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat persangkaan, istihsan itu dapat dijadikan hujjah, dan semacamnya. Sedangkan fiqh yang dibahas dalilnya bersifat rinci, seperti dalil wajibnya niat dalam suatu amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya. Kedua Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung dalam sebuah dalil; seperti apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau haramkah? Atau selainnya? Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti niat dalam shalat itu hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu hukumnya haram, dan sebagainya. Ketiga Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum, sementara fiqh membahas hukum perbuatan mukallaf. 2. Tujuannya Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada. Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita bisa mengetahui status hukum yang diperbuat oleh mukallaf. Dari perbedaan tersebut dapat kita ringkas sebagai berikut Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil Agar lebih mudah memahami perbedaan kedua ilmu diatas, tentu kita harus mempelajari keduanya. Dengan mempelajari itulah maka kita akan merasakan dan dapat menyimpulkan perbedaan diantara kedua disiplin ilmu tersebut. C. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqh Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa keberadaan dalil adalah dimaksudkan untuk menghasilkan hukum yang bisa diterapkan. Namun, keberadaan dalil tidak dapat diketahui kandungan hukumnya tanpa adanya kaidah baku untuk menentukannya. Nah, dengan ilmu ushul fiqh inilah kita mempelajari kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. Maka dapat kita katakan bahwa tujuan mempelajari ushul fiqh adalah agar kita bisa menerapkan kaidah pada dalil-dalil yang ada sehingga bisa menghasilkan hukum syar’i yang bisa diamalkan. Berikut gambaran ringkasnya Kaidah Ushul > Dalil-dalil > Hukum Contoh Dalil perintah menunjukkan hukum wajib > Dirikanlah shalat > Shalat hukumnya wajib D. Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh 1. Menyingkap Hukum Permasalahan Kontemporer Di era modern ini permasalahan kaum muslimin semakin lama semakin kompleks. Banyak sekali masalah-masalah kontemporer yang tidak diketahui status hukumnya. Oleh karena itu, dengan mempelajari ushul fiqh inilah seseorang dapat memecahkan permasalahan tersebut. 2. Mengkaji dan Menguji Ulang Ijtihad Ulama Terdahulu Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kebenaran hanya ada pada Al-Quran dan As-Sunnah. Sementara kebenaran ijtihad para ulama tidak bersifat absolut. Karena bagaimanapun kemampuan mereka dalam berijtihad mereka adalah manusia yang berusaha memahami syariat Islam dengan segenap kemampuan mereka. Yang patut kita pegang adalah bahwa tidak ada satupun dari mereka yang mengklaim ijtihad mereka benar sepenuhnya. Selain itu, banyak sekali terjadi perselisihan pendapat antara salah satu ulama dengan ulama lainnya, terutama dalam permasalahan-permasalahan hukum yang tidak dijumpai dalil tegas yang menunjukkan status hukumnya. Disamping itu, ijtihad yang mereka hasilkan juga terikat dengan ruang dan waktu. Apa yang mereka upayakan dalam menyingkap status hukum suatu permasalahan yang belum ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah tentunya mempertimbangkan kemaslahatan pada tempat dan apa yang terjadi saat itu. Maka dengan ilmu ushul fiqh inilah kita bisa mengkaji dan menguji ulang pendapat-pendapat ulama terdahulu. Sehingga kita bisa mengetahui mana pendapat yang benar atau yang lebih kuat diantara pendapat yang ada sehingga dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum. E. Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqh Berikut ini sejarah singkat perkembangan ilmu ushul fiqh sejak zaman Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam hingga penyusunannya secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah” yang disusun oleh ulama yang sangat berilmu Al-Imam Asy-Syafi’I rahimahullah. 1. Masa Nabi shallallaahu alaihi wasallam Pada hakikatnya ilmu ushul fiqh ini sudah ada sejak zaman Nabi. Namun, ilmu ini masih berupa praktek dan belum berupa teori yang di susun dalam kitab-kitab. Bahkan ilmu ini lahir sebelum ilmu fiqh. Karena mustahil fiqh ada tanpa adanya ushul fiqh. Sebagaimana ilmu bahasa Arab, tentunya ilmu bahasa Arab sudah ada sejak dahulu. Namun, baru berupa praktek, belum berupa teori yang dibukukan secara sistematis. Bukti keberadaan ilmu ushul fiqh ini dapat kita ketahui dari kisah Rasul saat mengirimkan pasukannya untuk mengepung perkampungan bani Quraidhah.[3] Sebelum pasukan itu berangkat beliau shallallaahu alaihi wasallam berpesan pada pasukannya لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ “Janganlah salah seorang kalian shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidahah.” Namun, ditengah perjalanan, waktu Ashar pun tiba. Ketika waktu Ashar hampir berlalu sementara perjalanan masih jauh maka sebagian sahabat justru malah melaksanakan shalat Ashar. Sementara sebagian sahabat lainnya tetap melanjutkan perjalanan dan baru melaksanakan shalat Ashar pada malam hari sesampainya di perkampungan Bani Quraidhah. Dari kisah ini terjadi perbedaan pemahaman antara sebagian sahabat dengan sebagian lainnya. Pemahaman yang pertama memahami pesan Nabi secara tekstual, yakni “Tidak akan melaksanakan shalat Ashar apapun yang terjadi hingga sampai di tempat tujuan, yakni perkampungan Bani Quraidhah.” Sementara pemahaman yang kedua, memahami pesan Nabi secara kontekstual, yakni “Bercepatlah agar bisa sampai bani Quraidhah sebelum waktu Ashar tiba sehingga kalian bisa shalat Ashar di sana.” Perbedaan pemahaman ini tidaklah tercela. Karena kedua kelompok ini memiliki dasar masing-masing dalam memahami pesan Nabi. Bahkan, ketika kasus tersebut dilaporkan pada Nabi pun beliau tidak mencelanya. 2. Masa Sahabat radhiyallaahu anhum Pada masa ini permasalahan baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya mulai bermunculan. Tentu permasalahan-permasalahan tersebut perlu diketahui status hukumnya. Terputusnya wahyu dan wafatnya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam menjadikan permasalahan tersebut tidak bisa ditanyakan langsung kepada beliau. Oleh karena itu, para sahabat berusaha keras mengerahkan segenap pikirannya berijtihad untuk menjawab status hukum pada permasalahan tersebut. Karena tuntutan tersebutlah ilmu ushul fiqh semakin berkembang. Mereka para sahabat memperoleh kemampuan berijtihad melalui pengalaman mereka dan pengamatan mereka terhadap cara Nabi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, kemampuan mereka terhadap bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya membuat mereka semakin mudah dalam menyingkap status hukum pada permasalahan baru yang dihadapi. Sahabat yang terkenal dengan kemampuannya dalam berijtihad saat itu, diantaranya Empat Khulafa’ur Rasyidin Ibnu Mas’ud Ibnu Abbas Aisyah binti Abu Bakar Ibnu Umar dll 3. Masa Tabi’in radhiyallaahu anhum Pada masa ini lapangan istinbath hukum semakin meluas, seiring semakin banyaknya persoalan yang mereka hadapi sehingga memerlukan kejelasan status hukum pada persoalan tersebut. Dalam menetapkan suatu hukum mereka menggunakan metode yang berbeda-beda; ada yang dengan metode qiyas, maslahah, amal ahli madinah, dan lain-lain. Pada masa inilah mulai muncul corak fikih yang berbeda diantara dua kota yaitu Madinah dan Irak. Beberapa tabi’in yang tampil sebagai mujtahid saat itu, diantaranya Sa’id Ibnu Musayyab Ibrahim An-Nakha’i Alqamah 4. Masa Imam Madzhab rahimahumullah Perbedaan aliran fikih tersebut semakin tampak pada masa Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Aliran tersebut diantaranya Madzhab Ahlir Ra’yi Aliran Fiqh Rasional Madzhab Ahlil Hadits Aliran Fiqh Tradisional Madzhab ahlir ra’yi atau disebut juga madrasah ahlir ra’yi berdiri di Irak yang diprakarsai oleh Imam Abu Hanifah. Sedangkan madzhab ahlil hadits atau disebut juga madrasah alhlil hadits berdiri di Madinah yang diprakarsai oleh Imam Malik. Perbedaan tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya Letak geografis Irak yang jauh dari sumber hadits yakni Madinah Banyak pemalsuan hadits di Irak sehingga sangat berhati-hati dalam menerima riwayat hadits Di Madinah apabila terjadi pemalsuan hadits lebih mudah diketahui mengingat banyaknya ulama hadits di sana. Kebutuhan hukum di Irak sangat kompleks, mengingat di sana adalah kota metropolitan Kondisi Madinah masih homogen dan kebutuhan terhadap hukum tidak begitu kompleks Pada masa Imam Syafi’i perkembangan ilmu fikih menjadi lebih pesat lagi. Adanya perbedaan corak fikih antara Irak dan Madinah menjadikan perdebatan antara ke dua kubu tersebut semakin sengit. Pada masa ini Imam Syafi’i menyaksikan langsung perdedebatan antara kedua kubu madzhab fikih yang berkembang saat itu. Dan saat itu, beliau juga belajar langsung dari kedua aliran fikih tersebut, yakni belajar langsung kepada Imam Malik, dan kepada salah satu muridnya Imam Abu Hanifah, yakni Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani. Dengan pengetahuannya yang luas itulah beliau menyusun secara sistematis metode kerangka berpikir yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum dalam kitabnya yang terkenal “Ar-Risalah”. RINGKASAN A. Pengertian Ushul Fiqh secara bahasa = Pondasi Pemahaman Ushul Fiqh secara istilah = Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh secara umum dan tata cara mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada serta tentang ihwal mujtahid. B. Perbedaan dengan Fiqh Fiqh Ushul Fiqh Dalilnya rinci Dalilnya global Pembahasan hukum syar’i secara rinci Pembahasan hukum syar’i secara global Tujuannya mengetahui hukum perbuatan mukallaf Tujuannya mengetahui kaidah istinbath dalil C. Tujuan Mempelajari Mengetahui kaidah berfikir yang harus ditempuh untuk mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada. D. Manfaat Mempelajari Menyingkap status hukum permasalahan kontemporer Mengkaji dan menguji ulang hasil kesimpulan hukum ulama terdahulu E. Sejarah Singkat Masa Nabi = Baru berupa praktek dan belum menjadi teori Masa Sahabat = Permasalahan baru muncul dan perlu diketahui status hukumnya. Maka para sahabat berusaha segenap kemampuan mereka menyingkap status hukum tersebut dengan ilmu yang mereka miliki. Masa Tabi’in = Permasalahan semakin komplek dan mulai muncul perbedaan aliran fiqh antara Irak dan Madinah. Masa Imam Madzhab = Muncul corak fiqh rasional yang diprakarsai imam Abu Hanifah dan corak fiqh tradisional yang diprakarsai imam Malik. Dua corak tersebut dipelajari imam Syafi’i. Kemudian kerangka berfikir yang beliau tempuh dalam mengambil kesimpulan hukum disusun secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah.” [1] Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Ushul min Ilmi Al-Ushul, Daaru Ibni Al-Jauziy hlm. 7 [2] Ibid, hlm 8. [3] Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya no. 4119 dan juga selainnya.

Keberadaannyaakan diketahui dengan taubat dan talqin kalimat "Laa Ilaaha Illalloh". Ruh ini dinamakan oleh ahli Tashowuf sebagai bayi ma'nawi (thiflul ma'ani).. Ia dapat naik dan turun, menyatu dan terlepas, keluar, pergi dan datang, bergerak dan diam dari jasad. Substansinya sama dengan nafs, sekalipun sifat-sifatnya berbeda.

Ilustrasi hukum rajam dalam Al-quran. Foto Gatot Adri/ShutterstockHukum rajam merupakan hukuman yang diakui dalam ketentuan hukum pidana Islam dan telah diterima oleh hampir semua fuqaha. Hukum rajam dianggap sebagai hukuman fisik terberat yang dapat dikenakan pada umat buku Membumikan Hukum Pidana Islam oleh Topo Santoso, meski dilaksanakan sesuai hukum Islam, hukum rajam tidak dikenal dalam hukum pidana nasional. Pelaksanaan hukum rajam tetap harus mempertimbangan hukum pidana nasional yang berlaku di masing-masing apa pelaksanaan hukum rajam dan siapa saja yang dapat dikenai sanksi tersebut? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan selengkapnya dalam artikel berikut Hukum RajamIlustrasi hukum rajam dalam Al-quran. Foto dotshock/ShutterstockSecara etimologi, rajam dimaknai dengan melempar dengan batu. Dalam terminologi hukum Islam, hukum rajam didefinisikan sebagai hukuman bagi pelanggar yang dilakukan dengan cara dilempari batu atau sejenisnya hingga meninggal dalam jurnal Hukuman Rajam bagi Pelaku Zina Muhshan dalam Hukum Pidana Islam tulisan Rokhmadi, hukum rajam sejatinya bukan berasal dari syariat Islam, melainkan didasarkan pada nash dalam Kitab Taurat. Hukuman tersebut kemudian disyariatkan dalam Islam bagi pelaku rajam dinilai lebih kejam daripada hukuman mati lainnya karena pelanggar akan disiksa secara perlahan sebelum akhirnya meninggal dunia. Awalnya, tubuh si pelaku akan ditanam di dalam tanah, kemudian ia akan dilempari dengan batu atau sejenisnya secara bertubi-tubi sampai Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM menganggap hukum rajam sebagai bentuk penyiksaan yang tidak berperikemanusiaan. Itu sebabnya hukuman ini tidak diberlakukan di Rajam untuk Siapa?Seorang pelanggar peraturan daerah qanun syariat Islam menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Agung Al-Munawarah Kecamatan Kota Jantho, Aceh Besar, Aceh, Jumat 18/2/2022 Foto Syifa Yulinnas/ANTARA FOTODalam Islam, hukum rajam diberlakukan untuk pelaku zina muhshan, yaitu zina yang pelakunya berstatus istri, duda, atau janda. Dengan kata lain, zina tersebut dilakukan oleh orang yang masih dalam status pernikahan atau pernah menikah secara buku Fiqh Jinayah oleh Nurul Irfan dan Masyrofah, hukum rajam bagi pelaku zina muhshan tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran. Hukuman yang disebutkan secara gamblang adalah cambuk 100 kali yang tertuang dalam surat An Nur ayat 2.“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama hukum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”Namun, eksistensi hukum rajam ditetapkan melalui ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah melakukan hukum rajam terhadap Maiz bin Malik dan Al-Ghamidiyah. Sanksi ini juga diakui oleh ijma’ sahabat dan tabi'in serta pernah dilakukan pada zaman Khulafaur Ubadah bin al-Shamit ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar hukuman untuk mereka pezina. Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya didera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, sedangkan duda dan janda yang berzina hukumannya didera seratus kali dan dirajam.” HR. MuslimPernyataan dalam hadits di atas juga bersumber pada Kitab al-Quran Mushaf Usmany“Di dalam riwayat Abi Mu’syar, kita benar-benar telah membaca ayat itu dengan lafadz Jika orang laki-laki dan orang perempuan dewasa/telah kawin melakukan perzinaan, maka rajamlah keduanya, karena mereka durhaka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.”Apakah hukum rajam itu kejam?Apakah hukum rajam masih ada?Apakah hukum rajam melanggar HAM? Setelahmembahas kata "ulum" dan "Al-Qur'an" yang terdapat dalam kalimat "Ulumul Qur'an", perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur'an atau pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur'an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Qur'an maupun aspek pemahaman Al-Quran merupakan kalamullah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al-Quran juga merupakan mu’jizat Muhammad SAW dan sebagau sumber ilmu bagi ummatnya serta dasar-dasar hukum yang mengatur segala hal dalam kehidupan. وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَArtinya Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” An-Nahl 89.Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’ Definisi Ulumul Qur’an?Kata ulum meruapakan jamak dari kata ilmu. Ilmu berarti al-fahmu wal idraak faham dan menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah’.Jadi, yang dimaksud dengan uluumul qur’an ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul sebab-sebab turunnya al-qur’an, pengumpulan dan penertiban Qur’an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, an-nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’ ilmu ini juga dinamakan ushuulu tafsir dasar-dasar tafsir karena membahas beberapa masalah yang harus diketahui oleh Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Objek Pembahasan Ulumul Qur’an?Objek Pembahasan ulumul Qur’an dibagi menjadi tiga bagian besarPertama, sejarah dan perkembangan ulumul Qur’an, meliputi sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul quran di setiap zaman dan pengetahuan tentang Al-Quran, meliputi Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu, Turunnya Al-Quran, Ayat Makkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dan metodologi penafsiran Al-Quran, meliputi Pengertian Tafsir dan Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah dan Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam dan Mutasyabih, Aam dan Khoos, Nasikh wa Mansukh, dan Sejarah dan Perkembangan Ulumul Qur’an?Sejarah perkembangan ulumul quran terbagi menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul quran.Ulumul Qur’an pada Masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallamEmbrio awal ulumul quran pada fase ini adalah berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabat, atau berupa riwayat mengenai pertanyaan para sahabat tentang makna suatu ayat Qur’an, menghafalkan dan mempelajari riwayat saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menafsirkan ayat Qur’an kepada sahabat,Dari Uqbah bin Amir Al Juhani berkata,سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ { وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ } أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ“Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di atas mimbar berkata Dan persiapkan untuk mereka apa yang kalian mampu berupa kekuatan. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah!’” HR. Abu Daud No. 2153Diantara riwayat yang menyebutkan antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran adalah riwayat berikut,عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا مَنْ كَانَ يُقْرِئُنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُمْ كَانُوا يَقْتَرِئُونَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَشَرَ آيَاتٍ فَلاَ يَأْخُذُونَ فِى الْعَشْرِ الأُخْرَى حَتَّى يَعْلَمُوا مَا فِى هَذِهِ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ. قَالُوا فَعَلِمْنَا الْعِلْمَ dari Abi Abdul Rahman as-Sulamiy seorang tabi’in, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami orang yang dulu membacakan kepada kami yaitu sahabat-sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa mereka dulu mendapatkan bacaan Al-Qur’an dari Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam sepuluh ayat, mereka tidak mengambil sepuluh ayat yang lainnya sehingga mereka mengerti apa yang ada di dalamnya yaitu ilmu dan amal. Mereka berkata, Maka kami mengerti ilmu dan amal.’” Hadits Riwayat Ahmad nomor 24197, dan Ibnu Abi Syaibah nomor 29929Riwayat di atas paling tidak mengandung informasi tentang sejarah Al-Qur’an dan metode pembelajaran Al-Qur’ yang berkaitan dengan ulumul qur’an adalah kebijakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang melarang para sahabat–pada masa tertentu–untuk menulis selain qur’an, sebagai upaya menjaga kemurnian Abu Sa’id al- Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata,لَا تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ“Janganlah kalian tulis riwayat/yang kamu terima dariku, barangsiapa yang telah menulis riwayat dariku selain al qur’an hendaklah Ia menghapusnya, dan beritakanlah apa yang kamu terima dariku ini kepada orang lain dan tidak ada halangan tidak dosa bagi kamu. Barang siapa berdusta atas nama ku dengan sengaja, maka dia akan menempati menyiapkan tempatnya di neraka.” Muslim No. 5326Ulumul Qur’an pada Masa KhalifahPada masa khalifah, perkembangan ulumul quran ditandai dengan munculnya kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut,Khalifah Abu Bakar menetapkan kebijakan pengumpulan/penulisan Al-Quran untuk pertama kalinya yang diprakarsai oleh Umar bin Khattab dan ditangani prosesnya oleh Zaid bin Utsman menetapkan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa provinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul Utsmani yaitu dinisbahkan kepada Utsman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur’ Ali menetapkan kebijakan berupa perintah kepada Abu aswad Ad-Du’ali untuk meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur’an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.Ulumul Qur’an Pada Masa Sahabat dan Tabi’inPara sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna al-qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’ para Mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalahEmpat orang Khalifah Ibnu Masud,Ibnu Abbas,Ubay bin Kaab,Zaid bin sabit,Abu Musa al-Asy’ari, danAbdullah bin riwayat tafsir Qur’an yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan tafsir Quran yang sudah sempurna, tetapi hanya terbatas pada makna beberapa ayat dengan penafsiran yang masih samar dan penjelasan yang masih kalangan para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka adalah,Murid-murid Ibnu Abbas di Makkah yang terkenal ialah Sa’id bin Jubair, Mujahid, IKrimah bekas sahaya maula Ibnu Abbas, Tawus bin Kisan al Yamani dan Atha’ bin Abu Ubay bin Kaab, di Madinah Zaid bin Aslam, Abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Abdullah bin Mas’ud di Iraq yang terkenal Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin Yazid, Amir as Sya’bi, Hasan Al Bashri dan Qatadah bin Di’amah as yang diriwayatkan oleh mereka meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan ilmu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara Tadwin PembukuanPerkembangan selanjutnya dalam ulumul quran adalah masa pembukuan ulumul Quran yang juga melewati beberapa fase, sebagai berikutPembukuan Tafsir Al-Quran menurut riwayat dari Hadits, Sahabat dan Tabi’inPada abad kedua hijriah tiba masa tadwin yang dimulai dengan pembukuan hadits beserta segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dari para sahabat, atau dari para tabi’in. Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami wafat 117 H, Syu’bah bin Hajjaj wafat 160 H, Waqi’ bin Jarrah wafat 197 H, Sufyan bin uyainah wafat 198 H, dan Aburrazaq bin Hammam wafat 112 H. Mereka adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan Tafsir berdasarkan susunan AyatKemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama’ yang menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka adalah Ibn Jarir at Tabari wafat 310 H.Demikianlah, tafsir pada mulanya dinukil dipindahkan melalui penerimaan dari muluit ke mulut dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at Tafsir bil Ma’sur berdasarkan riwayat, lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra’yi berdasarkan penalaran. Munculnya Pembahasan Cabang-cabang Ulumul Quran selain TafsirDisamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan qur’an yang sangat diperlukan oleh seorang mufasir, diantaranyaUlama abad ke-3 HijriAli bin al Madini wafat 234 H guru Al-Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun Ubaid al Qasim bin Salam wafat 224 H menulis tentang Nasikh Mansukh dan Qira’ Qutaibah wafat 276 H menyusun tentang problematika Quran musykilatul quran.Ulama Abad Ke-4 HijriMuhammad bin Khalaf bin Marzaban wafat 309 H menyusun al- Hawi fi Ulumil Qur’ muhammad bin Qasim al Anbari wafat 751 H juga menulis tentang ilmu-ilmu qur’ Bakar As Sijistani wafat 330 H menyusun Gharibul Qur’ bin Ali bin al-Adfawi wafat 388 H menyusun al Istigna’ fi Ulumil Qur’ Abad Ke-5 dan setelahnyaAbu Bakar al Baqilani wafat 403 H menyusun I’jazul Qur’anAli bin Ibrahim bin Sa’id al Hufi wafat 430 H menulis mengenai I’rabul Qur’ Mawardi wafat 450 H menegenai tamsil-tamsil dalam Qur’an Amtsalul Qur’an.Al Izz bin Abdussalam wafat 660 H tentang majaz dalam Qur’an.Alamuddin Askhawi wafat 643 H menulis mengenai ilmu Qira’at cara membaca Qur’an dan Aqsamul Qur’ secara khusus Ulumul Quran dengan mengumpulkan masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri. Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan Ulumul Qur’an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ulumul quran adalah sebagai berikut Ali bin Ibrahim Said 330 H yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan Ulumul Qur’an, ilmu-ilmu Qur’ Jauzi wafat 597 H mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul Fununul Afnan fi Aja’ibi ulumil Qur’ az-Zarkasyi wafat 794 H menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan fii ulumilQur’an .Jalaluddin Al-Balqini wafat 824 H memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi’ul uluum min mawaaqi` As-Suyuti wafat 911 H juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal Al-Itqaan fii uluumil qur` kitab Al-Burhan Zarkasyi dan Al-Itqon As-Suyuti hingga hari ini masih dikenal sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul Qur’an. Tidak ada peneliti tentang ulumul quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.Ulumul Qur’an pada Masa Modern/KontemporerSebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membagi, menyusun atau menyatukan cabang-cabang ulumul qur’an dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan sistematis dibading kitab-kitab klasik yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya Kitab I’jaazul Qur’an yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,Kitab At-Tashwirul Fanni fiil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an oleh Sayyid Qutb,Tarjamatul Qur’an oleh Syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-Khatib,Masalatu Tarjamatil Qur`an oleh Musthafa Sabri,An-Naba’ul Adziim oleh DR. Muhammad Abdullah Daraz danMuqaddimah Tafsir Mahaasilu Ta’wil oleh Jamaluddin yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranyaSyaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-Tibyaan fii Uluumil Qur’ Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul Furqan fii Uluumil Qur’an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk Fakultas Ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi dakwah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani yang menyusun Manaahilul Irfaan fii Ulumil Qur` Ahmad Ali menulis Mudzakkiraat Ulumil Qur`an yang disampaikan kepada mahasiswanya di Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah dan Bimbingan Mahaabisu fii Ulumil Qur’an oleh DR. Subhi pembahasan-pembahasan tersebut dikenal dengan penyebutan Uluumul Qur’an, dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut yang kemudian menjadi mata pelajaran atau bidang studi tersendiri di perguran-perguruan tinggi di dunia, termasuk di Kitab Mabahits Fi Ulumil Quran, diringkas oleh Ustadz Hatta Syamsuddin Berdasarkanuraian tersebut, maka dapat dibatasi bahwa al-Quran secara terminologi adalah kalam Allah yang mengandung kemukjizatan dan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi umat Islam secara khusus dan pedoman umat manusia secara umum. Apa itu Ilmu Ulumul Quran dan Apa Saja Ruang Lingkupnya? 9 Maret 2022 Pengertian Ulumul Quran adalah mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan ilmu serta penafsiran dari Alquran. Ulumul Quran juga bisa diartikan sebagai metode dalam mencari hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain, termasuk juga cara menerima wahyu oleh Nabi Muhammad SAW. Pengertian Ulumul Quran dan Penjelasan Lengkapnya Ulumul Quran terdiri dari 2 kata yakni Ulum dan juga Alquran. Dari kedua kata tersebut bisa diartikan jika Ulumul Quran, merupakan ilmu yang membahas mengenai ilmu Alquran atau ilmu yang membahas mengenai Alquran. Selain itu, terdapat juga pengertian Ulumul Quran, dari para ulama, seperti yang berikut ini 1. Al-Zarqoni Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Alquranul karim, yaitu dari aspek turun, sususan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan tafsir, mukjizat, nasikh, mansukhnya, serta menolak terhadap hal-hal yang dapat mendapatkan keraguan terhadapnya Alquran. 2. Muhammad Ali al-Shabuni Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya Alquran, pengumpulannya, susunannya, pembukuannya, sebab-sebab turunnya, makkiyah, dan madaniyah, serta mengenai nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, dan lain-lain yang sehubungan dengan Alquran. 3. As-syuthi Pengertinan yang diberikan adalah ilmu yang membahas seluk-beluk Alquran. Diantaranya yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafaznya, maknanya yang berhubungan dengan hukum, dan lain sebagainya. Dari pengertian di atas bisa disimpulkan jika Ulumul Quran adalah sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Alquran berikut dengan petunjuk yang ada di dalamnya. Sejarah Jada Pinkett Smith Is Treating Her Hair Loss With Steroids They Seem to Be Helping’ lixus labs big pharma one of the worst mass murderers in history must be held accountable – Perkembangan Ulumul Qur’an Pada saat pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, Islam mengalami perkembangan yang luas. Bahkan, sudah banyak orang Arab yang bercampur dan berinteraksi dengan orang asing. Dalam hal ini, percampuran serta akulturasi budaya yang terjadi memicu rasa khawatir dari para sahabat. Dari rasa khawatir tersebut, ayat Alquran mulai disalin dan dijadikan sebagai dasar Ulumul Quran atau yang disebut juga dengan sebutan Al rasm Al-Utsmani. Untuk selanjutnya, Ulumul Quran memasuki masa pembukuan yang dilakukan pada abad ke 2 H. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran Ruang lingkup pembahasan dari Ulumul Quran sangatlah luas. Di dalamnya terdapat pembahasan mengenai ilmu yang berkaitan dengan Alquran, seperti halnya ilmu agama yang didalamnya juga meliputi ilmu tafsir serta ilmu-ilmu bahasa Arab. Mempelajari Ulumul Quran juga mencakup bahasan dai sisi tentang pembacaan, tertib mengenai penulisan, hingga asbabun Nuzul. 2 Pokok Bahasan Ilmu Ulumul Quran Terdapat 2 pokok bahasan dalam Ulumul Quran. Pokok bahasan yang dimaksud adalah sebagai berikut Ulumul Quran memiliki hubungan dengan dirayah. Ilmu ini diperoleh dengan cara penelaahan yang mendalam seperti saat memahami lafadz yang asing serta mengetahui makna dari ayat yang berhubungan dengan hukum. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti halnya ilmu mengenai macam qira’at, tempat dimana ayat Alquran turun, serta waktu, dan .sebab diturunkannya ayat tersebut/ Dari pengertian Ulumul Quran di atas, maka bisa disimpulkan jika Ulumul Quran bisa digunakan untuk mengetahui isi kandungan Alquran. Dengan demikian, umat juga bisa memahami serta mengamalkannya dengan baik untuk kehidupan sehari-hari. Selain itu, mereka yang memiliki niatan untuk menafsirkan Alquran sebaiknya menguasai dulu Ulumul Quran. Tertarik ingin mencetak Alquran dan juga buku-buku Islam untuk berbagai keperluan, terutama sekolah dan pengajian juga jamaah? Anda bisa segera menghubungi jasa percetakan alquran terbaik dan terpercaya di Gema Risalah Press. Segera hubungi untuk info serta konsultasi pemesanan yang lebih lanjut. . 252 260 160 438 61 406 372 17

pengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi